Animasi

Minggu, 03 Mei 2015

Iluminasionistik dan Peripatetik



Nama:Eka lestari
NIM: 20130720076


KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat dan rahmatNya saya bisa menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Dalam penyusunan makalah ini saya ucapkan terimakasih kepada Drs.Muh.Azhar,M.Ag  selaku dosen pembimbing dan saya telah berusaha semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuan saya untuk menyelesaikan makalah ini meskipun tersusun sangat sederhana.
Dan saya menyadari tanpa bantuan teman-teman yang memberi berbagai masukan yang bermanfaat bagi saya demi tersusunnya makalah ini. Untuk itu saya mengucapakan terima kasih kepada pihak yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk memberikan arahan dan saran demi kelancaran penyusunan makalah ini.
Demikian  dari saya semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi saya dan para pembaca pada umumnya. Saya mengharapkan saran serta kritik dari berbagai pihak yang bersifat membangun.



































BAB 1
PENDULUAN
   A.   Latar Belakang

Filsafat Islam merupakan suatu ilmu yang masih diperdebatkan pengertian dan cakupannya oleh para ahli tetapi banyak ahli mengatakan bahwa Filsafat Islam itu memang ada terbukti exis sampai sekarang. Dalam dunia filsafat Islam terdapat dua aliran besar yaitu aliran peripatetis dan iluminasi. Mengerti dan mengetahui kedua aliran ini adalah hal yang sangat penting ketika kita ingin mengkaji filsafat Islam, karena semua filsuf khususnya muslim pada akhirnya merujuk dan berkaitan kepada dua aliran yaitu  aliran iluminasionistik dan aliran peripatetik.

Dan ajaran filsafat yang komprehensif telah menduduki status tinggi dalam kebudayaan manusia,yakni sebagai ideologi bangsa dan negara. Seluruh aspek kehidupan suatu bangsa diilhami dan berpedoman ajara-ajaran filsafat. Dengan demikian, kehidupan social, politik, ekonomi, pendidikan dan kebudayaan, bahkan kesadaran atas nilai-nilai hukum dan moral bersumber dari ajaran filsafat.
Manusia sebagai individu, sebagai masyarakat, sebagai bangsa dan negara, hidup dalam ruang sosial-budaya. Aktivitas pewarisan dan pengembangan sosial budaya itu tidak lain melalui pendidikan. Dan untuk menjamin pendidikan itu benar dengan proses yang efektif, dibutuhkan landasan-landasan filosofis dan ilmiah sebagai asas normatif dan pedoman pelaksanaan pembinaan.
Pancasila dalam pendekatan filsafat merupakan ilmu pengetahuan yang mendalam mengenai pancasila. Filsafat Pancasila dapat didefinisikan secara ringkas sebagai refleksi kritis dan rasional tentang Pancasila dalam bangunan bangsa dan Negara Indonesia. Untuk mendapatkan pengertian yang mendalam dan berangkat dari sila-sila tersebut kita cari intinya, hakekat dari inti dan selanjutnya pokok-pokok yang terkandung di dalamnya.



   B.   Rumusan Masalah

1.      Bagaimanakah pengertian Iluminasionistik dan peripatetik?
2.      Apakah karakteristik / ciri khas Iluminasionisme dan peripatetik?
3.      Apa pengertian dari filsafat pendidikan pancasila ?
4.      Bagaimana pancasila sebagai filsafat hidup bangsa ?
5.      Bagaimana Hubungan pancasila dengan sistem pendidikan ditinjau dari filsafat pendidikan ?

   C.   Tujuan Masalah

1.      Mengetahui pengertian dari dua aliran tersebut
2.      Mengetahui karakteristik / ciri khas Iluminasionisme dan peripatetik
3.      Mengetahui pengertian dari filsafat pendidikan pancasila
4.      Mengetahui pancasila sebagai filsafat hidup bangsa
5.      Mengetahui Hubungan pancasila dengan ystem pendidikan ditinjau dari filsafat pendidikan

BAB 11
PEMBAHASAN
   A.   Pengertian Aliran  Iuminasionisme dan Aliran Peripatetik

1.      Aliran Iluminasionisme

Aliran filsafat Iluminasionisme adalah aliran yang mengikuti gagasan dan karya karya Plato seperti dalam menyatakan wujud itu adalah berupa ide keberadaan wujud tersebut.syekh.Syihabudin Suhrawardi adalah filosofis muslim yang mempelopori filsafat iluminasionis, beliau seorang cendekiawan muslim abad ke-6 hijriah dengan bukunya yang terkenal yaitu Al-hikmah Israqiyah (filsafat iluminasi ),olehkarenanya aliran filsafat iluminasionis disebut juga alhikmah al-Isyraqi.
Penganut iluminasionisme adalah pengikut plato. Metode iluminasi yaitu dengan upaya mengadakan kajian terhadap berbagai permasalahan filsafat khususnya filsafat tinggi (Al-hikah Al-muta’aliyah) atau filsafat ketuhanan tidak merasa cukup hanya dengan menggunakan argumentasi dan penalaran, namun diperlukan penyucian hati, perjuangan melawan hawa nafsu, dalam upaya menyingkap berbagai hakikat. Iluminasi bertumpuh pada metode argumentasi

2.      Aliran Peripatetik

Aliran paripatetik adalah aliran yang  epistemologinya berlandaskan pada metode pemikiran logis Aristotelian yang bersifat diskursif demonstrasional. Dimana aliran ini adalah aliran yang mengikuti gagasan gagasan aristoteles,Aristotelianisme adalah hylomorfisme yang bersal dari dua kata yaitu hily yang berarti materi dan morph yang berarti form atau bentuk. prinsip ini menyatakan,segala hal gabungan berasal dari materi dan bentuk. Materi adalah bahan yang merupakan dasar sedangkan forma atau bentuk adalah perkembangan dari potensi materi. Jadi pada dasarnya hylomorfisme bersifat sepenuhnya material artinya segalah sesuatu ini menurut aristoteles bersifat sepenuhnya material dan jelas forma aristotelian ini tak sama dengan forma ideal platonik. Penerus pemikiran aliran ini dalam filsafat islam adalah Ar-Arais Ibn Sina,Al-Kindi, Ibn Rusyd, Al-Farabi dan masih banyak lagi filosof muslim yang menganut aliran ini. Sehingga  salah satu dalil yang dilontar aliran peripatetik adalah mereka mengatakan bahwa Argumentasinyalah segalah tumpuan persoalan.
Metode yang dipakai dalam aliran peripatetik dalam menempuh jalan pengetahuan adalah metode silogisme ( qiyas ), metode argumentasi rasional  dan metode demonstrasi rasional

B.   Karakteristik / Ciri Khas Iluminasionisme dan Peripatetik

1.      Karakteristik / Ciri Khas Aliran Iluminasionisme

a.      Metodologi

Filsafat iluminasionis mencoba memberikan tempat yang penting bagi metode intuitif (‘Irfani), sebagai pendampingi, atau malah dasar bagi penalaran rasional.
Suhrawardi pernah mengklasifikasi pencari kebenaran ke dalam kedalam tiga kelompok : (1) Mereka yang memiliki pengalaman mistik yang mendalam-seperti para sufi-tetapi tidak mempunyai kemampuan untuk mengungkapkan pengalamannya itu secara diskursif;(2) mereka yang memiliki kecakapan nalar diskursif, tetapi tidak memiliki pengalaman mistik yang cukup mendalam. Pengalaman mistik sangat penting untuk mengenal secara langsung realitas sejati, sehingga tidak hanya bersandar pada otoritas masa lalu saja, seperti yang dapat ditemukan pada para filosof peripatetic, dan (3) atau terakhir, adalah mereka yang disamping memlki pengalaman mistik yang mendalam dan otentik, juga memilk kemampuan nalar dan bahasa diskursif, seperti yang terjad pada diri Plato, di masa lampau, dan dirinya (baca: Suhrawardi) pada masanya.
Pengalaman mistik adalah pengalaman langsung melihat realitas sejati, karena dalam pengalaman mistik seperti itu, “obyek” penelitian telah “hadir” pada diri seseorang, sehingga modus pengenalan seperti ini sering disebut “ilmu hudhur” (knowledge by presence) yang kemudian dibedakan dengan “ilmu hushuli” (acquired knowledge) di mana objek penelitian diperoleh tidak secara langsung, melainkan melalui sebuah representasi, baik itu berupa symbol atau konsep.
Arti penting pengalaman mistik bagi pencarian kebenaran adalah bahwa melalui pengalaman tersebut seseorang (filosof atau sufi) dapat secara langsung menyaksikan kebenaran sejati (al-Haqq), yang tidak bisa diperoleh dengan cara yang sama melalui pendekatan apapun, indera atau akal. Kalau tidak, maka filsafat mereka akan dipenuhi oleh ungkapan-ungkapan syathahat yang tidak bisa diakses. Bahkan menurut DR. Haidar Baqir, kemampuan untuk mengungkap pengalaman mistik secara diskursif ini merupakan kriteria dari benar atau tidaknya pengalaman mistik tersebut. Dengan kata lain, pengalaman mistik harus diuji kebenarannya justru lewat  bahasa diskursif. Ketika ditanya oleh muridnya apakah buku Hikmah al-Isyraq ini adalah karya mistik atau filsafat, Suhrawardi menjawab bahwa Hikmah al-Isyraq adalah kitab filsafat yang didasarkan pada pengalaman mistik. Ini merupakan sebuah sintesis yang brillian dari seorang Suhrawardi.

b.      Ontologis

Sebagian filosof mengibaratkan Tuhan sebagai matahari dan alam adalah sinarnya. Suhrawardi, adalah seorang filosof Muslim yang paling maksimal memanfaatkan simbolisme cahaya untuk menjelaskan filsafatnya. Baginya Tuhan adalah Cahaya, sebagai satu-satunya realitas yang sejati. Ketika dihubungkan dengan cahaya-cahaya lain, Tuhan adalah Cahaya di atas Cahaya (Nur al-anwar). Ia adalah sumber dari segala cahaya, dari mana semua cahaya lainnya berasal atau memancar.
Menurutnya, segala sesuatu yang ada di dunia ini terdiri dari cahaya dan kegelapan. Tetapi, hanya cahaya yang memiliki wujud yang positif, sedangkan kegelapan adalah negative, dalam arti tidak memiliki realitas objektif. Ia ada hanya sebagai konsekuensi dari ketiadaan cahaya. Ketika cahaya datang, maka kegelapan sirna. Bagi Suhrawardi benda-benda tidak memiliki definisi atau kategori yang tegas (clear cut) seperti yang dibayangkan kaum Peripatetik. Yang membedakan satu benda dengan benda lainnya hanyalah intensitas cahaya yang dimilikinya. Semakin banyak kandungan cahayanya makin semakin tinggi derajatnya. Hewan dan manusia, misalnya, tidak dibedakan secara kategoris melalui esensinya tetapi disebabkan oleh kenyataan bahwa manusia memiliki cahaya yang lebih dibanding dengan hewan.
Dengan demikian, aliran filsafat iluminasionis merupakan kritik yang cukup fundamental-sekalipun tidak terlalu jelas-atas prinsip hylomorfis, karena sementara hylomorfisme bentuk-bentuk benda bersifat kategorik, bagi kaum iluminasionis itu bersifat relatif. Bagi yang terakhir sesuatu itu bisa dilihat secara relatif  “lebih atau kurang” (more or less) dan tidak dibagi secara kategorik ke dalam substansi-substansi yang tetap (fixed). Selain kritik terhadap filsafat atau prinsip hylomorfisnya peripatetic, filsafat iluminasionis juga memberikan kritik yang tajam atas prinsipialitas wujud, seperti yang diyakini Ibn Sina, misalnya. Sementara bagi Ibn Sina dan dikemudian hari, bagi Mulla Sadra, wujud adalah yang real, yang fundamental, bagi Suhrawardi esensi (mahiyah)-lah yang real, sedangkan wujud tidak memiliki hubungan realistic dengan realitas. Sebagai pengikut Plato yang percaya pada realitas ide-ide, maka Suhrawrdi percaya bahwa esensilah yang sejati, sedangkan wujud hanyalah abstraksi subjektif manusia saja.
Dengan demikian, filsafat Suhrawardi dikenal sebagai esensalisme, yang dipertentangkan dengan eksistensialisme ala Shadra. Jadi dapat disimpulkan bahwa menurut Suhrawardi esensilah yang lebih prinsipil, bukan eksistensi (wujud), sebuah ajaran yang sering disebut ishalat al-mahiyah atau prinsipialitas esensi, sebagai lawan dari ishalat  al-wujud, yang menyatakan bahwa wujudlah yang prinsipil, yang lebih fundamental, sedangkan esensi hanyalah persepsi  mental saja.
Untuk menguatkan argumennya tentang ketidaknyataan eksistensi, Suhrawardi bertanya kepada kaum eksistensialis, apa yang anda maksud dengan wujud, ia mengatakan bahwa apa yang dipahaminya tentang wujud tersebut pada hakikatnya bukanlah wujud, tetapi esensi, yaitu esensi wujud bukan wujud itu sendiri. Dengan itu Suhawardi ingin mengatakan bahwa pada akhirnya yang nyata adalah esensi bukan wujud, sekalipun kita sedang berbicara tentang wujud (eksistensi).

c.       Kosmologis

Seperti halnya kaum Peripatetik, Suhrawardi juga percaya bahwa alam semesta memancar dari Tuhan. Hanya saja dalam teori emanasi Suhrawardi, kita menjumpai bukan hanya istilah-istilah yang berbeda, tetapi juga struktur kosmik yang berbeda dalam jumlah maupun tatanannya. Tidak seperti Ibn Sina, yang menyebut Tuhan Wajib al-wujub (Wujud Niscaya/Senantiasa Aktual), Suhrawardi menyebut-Nya Nur al-Anwar (Cahaya dari segala cahaya), kalau dilihat dari sifat sejatinya sebagai cahaya dan sumber bagi cahaya yang lainnya, dan sl-Ghani (Yang Independen) dilihat dari kemandirian-Nya yang absolute dari alam. Sedangkan alam sendiri pada gilirannya disebut al-fakir(berbanding dengan mumkin al-wujud-nya Ibn Sina), untuk menunjukkan ketergantungan alam pada Tuhan.
Selain perbedaan istilah, teori emanasi Iluminasioni juga berbeda dalam strukturnya. Kalau dalam skema kosmik Aristoteles/Peripatetik, alam semesta dibagi ke dalam dua bagian : langit dan dunia bawah bulan (bumi), maka dalam skemma kosmik iluminasionis, di atas langit tadi ditambah lagi satu wilayah dunia spiritual murni, yang ia sebut Timur (Orient/Masyriq). Sedangkan langit dan bumi disebut Barat (Occident/Maghrib), di mana langit disebut Barat Tengah (Middle Occident) dan Bumi dengan Barat (Occident) saja. Dengan demikian kosmos Suhrawardi lebih luas dan tinggi.
Di dunia Timur, hanya ada entitas-entitas murni (kadang disebut cahaya atau malaikat), yang tidak tercampur dengan kegelapan; sedangkan dunia barat Tengah adalah tempat bercampurnya cahaya dan kegelapan (seperti disimbolkan/dimanifestasikan dalam bintang-bintang dan matahari) yang mengisi langit-langit kita. Adapun dunia Barat, baginya adalah dunia kegelapan, berupa benda-benda material, yang menjadi gelap karena jauhnya dari cahaya Ilahi.
2.      Karakteristik / Ciri Khas Aliran peripatetik

Sehingga kurang memprioritaskan pengenalan intuitif. Sedangkan ciri lain dari kaum paripatetik yang berkaitan dengan aspek ontologisnya ialah aliran Hylomorfisme, yaitu ajaran yang mengatakan bahwa apapun yang ada didunia ini terdiri dari dua unsur utamanya yaitu materi dan bentuk.
Namun sejatinya kaum parepatetik Islam didalam pembahasan metafisika agak menyimpang dari Aristotelianisme murni, dikarenaka kekecewaan al-Farabi atas buku metafisika Aristoteles, karena ternyata kitab metafisika tersebut tidak terlalu banyak berbicara tentang tuhan yang dalam pandangan Islam, merupakan tema pokok dalam metafisika. Dikatakan hanya dalam kitab lambda dari bukunya itu aristoteles berbicara tentang Tuhan. Namun bahkan ketika berbicara tentang Tuhan, tidak ada keterangan yang memuaskan bagaimana tuhan menciptakan alam, lebih persisnya lagi bagaimana dari Tuhan yang Esa muncul alam semesta yang beraneka. Maka ketika al-Farabi mengenal teori emanasi Plotinus, ia menjadikanya sebagai solusi bagi persoalan itu.
Dari sinilah teori emanasi itu muncul sebagai respon filosof Islam untuk pembahasan metafisika, yang menjelaskan bagaimana dari Tuhan yang Satu muncul alam semesta yang beraneka ragam, padahal ada dektum filosofis yang telah diterima secara umum, yang menyatakan bahwa dari yang satu, hanya akan muncul yang satu juga. Dan filosof Paripatetik Islam berusaha keras dalam menjelaskan sebab efisien dari apapun yang muncul di alam semesta. Namun setiap filosof Paripatetik di dalalm Islam memiliki pemikiran yang berbeda-beda dimana kehadirannya saling melengkapi dan menyempurnakan. Untuk lebih rincinya akan dijelaskan teori dan pemikiran filosof Paripateik Islam mulai dari al-Kindi sampai Ibn Sina

   C.   Pengertian Filsafat Pendidikan Pancasila

Filsafat pendidikan pancasila adalah tuntutan formal yang fingsional dari kedudukan dan fungsi dasar negara, pancasila sebagai sistem kenegaraan Republik Indonesia. Wawasan kesadaran memiliki, mewarisi  dan kebanggaan atas system kenegaraan pancasila sebagai dasar negara, pancasila sebagai dasar pengamalan dan kelestarian.

   D.   Pancasila sebagai Filsafat Hidup Bangsa

Sangatlah wajar kalu Pancasila dikatakan sebagai filsafat hiup bangsa karena menurut Muhammad Noor Syam (1983: 346), nilai-nilai dasar dalam sosio budaya Indonesia hidup dan berkembang sejak awal peradabannya, yang meliputi:
1.      Kesadaran ketuhanan dan kesadaran keagamaan secara sederhana.
2.      Kesadaran kekeluargaan, di mana cinta dan keluarga sebagai dasar dan kodrat terbentuknya masyarakat dan sinambungnya generasi.
3.      Kesadaran musyaawarah mufakat dalam menetapkan kehendak bersama.
4.       Kesadaran gotong royong, tolong-menolong.
5.       Kesadaran tenggang rasa, atau tepo seliro, sebagai semangat kekeluargaan dan kebersamaan, hormat demi keutuhan, kerukunan dan kekeluargaan dalam kebersamaan.
Itulah yang termasuk dalam Pancasila dengan 36 butir-butirnya. Dengan begitu, pada dasarnya masyarakat Indonesia telah melaksanakan Pancasila, walaupun sifatnya masih merupakan kebudayaan. Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila tersebut sudah beradab lamanya mengakar pada kehidupan bangsa Indonesia, karena itu Pancasila dijadikan sebagai falsafah hidup bangsa.



   E.   Hubungan Pancasila Dengan Sistem Pendidikan Ditinjau Dari Filsafat Pendidikan

Pancasila adalah dasar negara Indonesia di mana fungsi utamanya sebagi pandangan hidup dan kepribadian bangsa (Dardodiharjo, 1988: 17). Memegang fungsi dalam hidup dan kehidupan bangsa dan negara Indonesia, Pancasila tidak saja sebagai dasar negara RI, tapi juga alat pemersatu bangsa, kepribadian bangsa, pandangan hidup bangsa, sumber ilmu pengetahuan di Indonesia (Azis, 1984: 70). Sehingga dapat kita ketahui bahwa Pancasila merupakan dasar negara yang membedakannya dengan bangsa yang lain.
Filsafat adalah berpikir secara mendalam dan sungguh-sungguh untuk mencari kebenaran sesuatu. Sementara filsafat pendidikan adalah pemikiran yang mendalam tentang kependidikan. Bila kita hubungkan fungsi Pancasila dengan sistem pendidikan ditinjau dari filsafat pendidikan, maka dapat kita jabarkan bahwa Pancasila adalah pandangan hidup bangsa yang menjiwai sila-silanya dalam kehidupan sehari-hari. Dan untuk menerapkan sila-sila Pancasila, diperlukan pemikiran yang sungguh-sungguh mengenai bagaimana nilai-nilai Pancasila itu dapat dilaksanakan. Dalam hal ini, tentunya pendidikanlah yang berperan utama.
 BAB 111
PENUTUP
   A.   Kesimpulan

Satu kesimpulan dari sedikit uraian tentang Suhrawardi di atas, kita semakin mengetahui bahwa dia adalah seorang tokoh filsuf muslim besar yang membangun aliran iluminasi sebagai tandingan dari aliran peripatetik yang terlebih dahulu mendahuluinya. Hal ini dilakukan Suhrawardi dalam rangka memadukan antara ajaran tawasuf dengan filsafat. Pandangan dia bahwa pengetahuan itu bukan hanya diperoleh dari hasil akal semata, akan tetapi dari rasa (dzauq) yang awalnya ditempuh dengan jalan mujahadah dan musyahadah. Sedangkan aliran paripatetik adalah aliran yang  epistemologinya berlandaskan pada metode pemikiran logis Aristotelian yang bersifat diskursif demonstrasional. Dimana aliran ini adalah aliran yang mengikuti gagasan gagasan aristoteles,Aristotelianisme adalah hylomorfisme yang bersal dari dua kata yaitu hily yang berarti materi dan morph yang berarti form atau bentuk.
Dan Filsafat Pendidikan Pancasila adalah  tuntutan formal yang fungsional dari kedudukan dan fungsi dasar negara Pancasila sebagai sistem Kenegaraan Republik Indonesia. Kesadaran memiliki dan mewarisi sistem kenegaraan Pancasila adalah dasar pengamalan dan pelestariannya, sedangkan jaminan utamanya ialah subjek manusia Indonesia seutuhnya terbina melalui sistem pendidikan nasional yang dijiwai oleh filsafat pendidikan Pancasila.

   B.   Kritik Saya Terhadap Mata Kuliah Ini

Tidak ada kritikan untuk mata kuliah ini yang d ampu oleh Drs. Muh. Azhar, M. Ag karena menurut saya cara mengajarnya sudah baik, dapat mengetahui atau mengenal karakter peserta didiknya dengan baik. Prinsip pembelajarannya bagus selalu memastikan tingkat pemahaman mahasiswa, berkomunikasi dengan baik dan menunjukkan  kepribadian yang teladan.

DAFTAR PUSTAKA

Haidar Baqir “ buku saku filsafat islam “ ( penerbit: mizan, 2005 ) hlm 91-93

Tidak ada komentar:

Posting Komentar