Nama:Eka lestari
NIM: 20130720076
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha
Esa karena berkat dan rahmatNya saya bisa menyelesaikan makalah ini dengan
baik.
Dalam penyusunan makalah ini saya ucapkan terimakasih
kepada Drs.Muh.Azhar,M.Ag selaku dosen
pembimbing dan saya telah berusaha semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuan
saya untuk menyelesaikan makalah ini meskipun tersusun sangat sederhana.
Dan saya menyadari tanpa bantuan teman-teman yang memberi berbagai masukan yang
bermanfaat bagi saya demi tersusunnya makalah ini. Untuk itu saya mengucapakan
terima kasih kepada pihak yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk
memberikan arahan dan saran demi kelancaran penyusunan makalah ini.
Demikian dari saya semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi saya
dan para pembaca pada umumnya. Saya mengharapkan saran serta kritik dari
berbagai pihak yang bersifat membangun.
|
||||||
BAB 1
PENDULUAN
A. Latar Belakang
Filsafat Islam
merupakan suatu ilmu yang masih diperdebatkan pengertian dan cakupannya oleh
para ahli tetapi banyak ahli mengatakan bahwa Filsafat Islam itu memang ada
terbukti exis sampai sekarang. Dalam dunia filsafat Islam terdapat dua aliran
besar yaitu aliran peripatetis dan iluminasi. Mengerti dan mengetahui kedua
aliran ini adalah hal yang sangat penting ketika kita ingin mengkaji filsafat
Islam, karena semua filsuf khususnya muslim pada akhirnya merujuk dan berkaitan
kepada dua aliran yaitu aliran
iluminasionistik dan aliran peripatetik.
Dan ajaran
filsafat yang komprehensif telah menduduki status tinggi dalam kebudayaan
manusia,yakni sebagai ideologi bangsa dan negara. Seluruh aspek kehidupan suatu
bangsa diilhami dan berpedoman ajara-ajaran filsafat. Dengan demikian,
kehidupan social, politik, ekonomi, pendidikan dan kebudayaan, bahkan kesadaran
atas nilai-nilai hukum dan moral bersumber dari ajaran filsafat.
Manusia sebagai
individu, sebagai masyarakat, sebagai bangsa dan negara, hidup dalam ruang
sosial-budaya. Aktivitas pewarisan dan pengembangan sosial budaya itu tidak
lain melalui pendidikan. Dan untuk menjamin pendidikan itu benar dengan proses
yang efektif, dibutuhkan landasan-landasan filosofis dan ilmiah sebagai asas normatif
dan pedoman pelaksanaan pembinaan.
Pancasila dalam
pendekatan filsafat merupakan ilmu pengetahuan yang mendalam mengenai
pancasila. Filsafat Pancasila dapat didefinisikan secara ringkas sebagai
refleksi kritis dan rasional tentang Pancasila dalam bangunan bangsa dan Negara
Indonesia. Untuk mendapatkan pengertian yang mendalam dan berangkat dari
sila-sila tersebut kita cari intinya, hakekat dari inti dan selanjutnya
pokok-pokok yang terkandung di dalamnya.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimanakah pengertian Iluminasionistik dan peripatetik?
2.
Apakah karakteristik / ciri khas
Iluminasionisme dan peripatetik?
3.
Apa pengertian dari filsafat pendidikan
pancasila ?
4.
Bagaimana pancasila sebagai filsafat hidup
bangsa ?
5.
Bagaimana Hubungan pancasila dengan sistem pendidikan
ditinjau dari filsafat pendidikan ?
C.
Tujuan Masalah
1.
Mengetahui pengertian dari dua aliran tersebut
2.
Mengetahui karakteristik / ciri khas Iluminasionisme dan
peripatetik
3.
Mengetahui pengertian dari filsafat pendidikan
pancasila
4.
Mengetahui pancasila sebagai filsafat hidup
bangsa
5.
Mengetahui Hubungan pancasila dengan ystem
pendidikan ditinjau dari filsafat pendidikan
BAB 11
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Aliran Iuminasionisme dan Aliran Peripatetik
1.
Aliran Iluminasionisme
Aliran filsafat Iluminasionisme adalah aliran yang
mengikuti gagasan dan karya karya Plato seperti dalam menyatakan wujud itu
adalah berupa ide keberadaan wujud tersebut.syekh.Syihabudin Suhrawardi adalah
filosofis muslim yang mempelopori filsafat iluminasionis, beliau seorang
cendekiawan muslim abad ke-6 hijriah dengan bukunya yang terkenal yaitu
Al-hikmah Israqiyah (filsafat iluminasi ),olehkarenanya aliran filsafat
iluminasionis disebut juga alhikmah al-Isyraqi.
Penganut iluminasionisme adalah pengikut plato. Metode iluminasi yaitu dengan
upaya mengadakan kajian terhadap berbagai permasalahan filsafat khususnya
filsafat tinggi (Al-hikah Al-muta’aliyah) atau filsafat ketuhanan tidak merasa
cukup hanya dengan menggunakan argumentasi dan penalaran, namun diperlukan
penyucian hati, perjuangan melawan hawa nafsu, dalam upaya menyingkap berbagai
hakikat. Iluminasi bertumpuh pada metode argumentasi
2.
Aliran Peripatetik
Aliran paripatetik adalah
aliran yang epistemologinya
berlandaskan pada metode pemikiran logis Aristotelian yang bersifat diskursif demonstrasional. Dimana aliran
ini adalah aliran yang mengikuti gagasan gagasan aristoteles,Aristotelianisme adalah hylomorfisme yang bersal dari dua kata yaitu
hily yang berarti materi dan morph yang berarti form atau bentuk. prinsip ini menyatakan,segala hal
gabungan berasal dari materi dan bentuk. Materi adalah bahan yang
merupakan dasar sedangkan forma atau bentuk adalah perkembangan dari potensi materi. Jadi pada dasarnya hylomorfisme bersifat sepenuhnya
material artinya segalah sesuatu ini menurut aristoteles bersifat sepenuhnya
material dan jelas forma aristotelian ini tak sama dengan forma ideal platonik.
Penerus pemikiran aliran ini dalam filsafat islam adalah Ar-Arais Ibn
Sina,Al-Kindi, Ibn Rusyd, Al-Farabi dan masih banyak lagi filosof muslim yang
menganut aliran ini. Sehingga salah satu dalil
yang dilontar aliran peripatetik adalah mereka mengatakan bahwa Argumentasinyalah segalah tumpuan persoalan.
Metode yang dipakai dalam
aliran peripatetik dalam menempuh jalan pengetahuan adalah metode silogisme ( qiyas ), metode argumentasi rasional dan metode demonstrasi rasional
1.
Karakteristik /
Ciri Khas Aliran Iluminasionisme
a.
Metodologi
Filsafat
iluminasionis mencoba memberikan tempat yang penting bagi metode intuitif
(‘Irfani), sebagai pendampingi, atau malah dasar bagi penalaran rasional.
Suhrawardi pernah mengklasifikasi pencari
kebenaran ke dalam kedalam tiga kelompok : (1) Mereka yang memiliki pengalaman
mistik yang mendalam-seperti para sufi-tetapi tidak mempunyai kemampuan untuk
mengungkapkan pengalamannya itu secara diskursif;(2) mereka yang memiliki
kecakapan nalar diskursif, tetapi tidak memiliki pengalaman mistik yang cukup
mendalam. Pengalaman mistik sangat penting untuk mengenal secara langsung
realitas sejati, sehingga tidak hanya bersandar pada otoritas masa lalu saja,
seperti yang dapat ditemukan pada para filosof peripatetic, dan (3) atau
terakhir, adalah mereka yang disamping memlki pengalaman mistik yang mendalam
dan otentik, juga memilk kemampuan nalar dan bahasa diskursif, seperti yang
terjad pada diri Plato, di masa lampau, dan dirinya (baca: Suhrawardi) pada
masanya.
Pengalaman mistik adalah pengalaman langsung
melihat realitas sejati, karena dalam pengalaman mistik seperti itu, “obyek”
penelitian telah “hadir” pada diri seseorang, sehingga modus pengenalan seperti
ini sering disebut “ilmu hudhur” (knowledge by presence) yang kemudian
dibedakan dengan “ilmu hushuli” (acquired knowledge) di mana objek penelitian
diperoleh tidak secara langsung, melainkan melalui sebuah representasi, baik
itu berupa symbol atau konsep.
Arti penting pengalaman mistik bagi pencarian
kebenaran adalah bahwa melalui pengalaman tersebut seseorang (filosof atau
sufi) dapat secara langsung menyaksikan kebenaran sejati (al-Haqq), yang tidak
bisa diperoleh dengan cara yang sama melalui pendekatan apapun, indera atau
akal. Kalau tidak, maka filsafat mereka akan dipenuhi oleh ungkapan-ungkapan
syathahat yang tidak bisa diakses. Bahkan menurut DR. Haidar Baqir, kemampuan
untuk mengungkap pengalaman mistik secara diskursif ini merupakan kriteria dari
benar atau tidaknya pengalaman mistik tersebut. Dengan kata lain, pengalaman
mistik harus diuji kebenarannya justru lewat
bahasa diskursif. Ketika ditanya oleh muridnya apakah buku Hikmah
al-Isyraq ini adalah karya mistik atau filsafat, Suhrawardi menjawab bahwa
Hikmah al-Isyraq adalah kitab filsafat yang didasarkan pada pengalaman mistik.
Ini merupakan sebuah sintesis yang brillian dari seorang Suhrawardi.
b.
Ontologis
Sebagian filosof mengibaratkan Tuhan sebagai
matahari dan alam adalah sinarnya. Suhrawardi, adalah seorang filosof Muslim
yang paling maksimal memanfaatkan simbolisme cahaya untuk menjelaskan
filsafatnya. Baginya Tuhan adalah Cahaya, sebagai satu-satunya realitas yang
sejati. Ketika dihubungkan dengan cahaya-cahaya lain, Tuhan adalah Cahaya di
atas Cahaya (Nur al-anwar). Ia adalah sumber dari segala cahaya, dari mana
semua cahaya lainnya berasal atau memancar.
Menurutnya, segala sesuatu yang ada di dunia
ini terdiri dari cahaya dan kegelapan. Tetapi, hanya cahaya yang memiliki wujud
yang positif, sedangkan kegelapan adalah negative, dalam arti tidak memiliki
realitas objektif. Ia ada hanya sebagai konsekuensi dari ketiadaan cahaya. Ketika
cahaya datang, maka kegelapan sirna. Bagi Suhrawardi benda-benda tidak memiliki
definisi atau kategori yang tegas (clear cut) seperti yang dibayangkan kaum
Peripatetik. Yang membedakan satu benda dengan benda lainnya hanyalah
intensitas cahaya yang dimilikinya. Semakin banyak kandungan cahayanya makin
semakin tinggi derajatnya. Hewan dan manusia, misalnya, tidak dibedakan secara
kategoris melalui esensinya tetapi disebabkan oleh kenyataan bahwa manusia
memiliki cahaya yang lebih dibanding dengan hewan.
Dengan demikian, aliran filsafat iluminasionis
merupakan kritik yang cukup fundamental-sekalipun tidak terlalu jelas-atas
prinsip hylomorfis, karena sementara hylomorfisme bentuk-bentuk benda bersifat
kategorik, bagi kaum iluminasionis itu bersifat relatif. Bagi yang terakhir
sesuatu itu bisa dilihat secara relatif
“lebih atau kurang” (more or less) dan tidak dibagi secara kategorik ke
dalam substansi-substansi yang tetap (fixed). Selain kritik terhadap filsafat
atau prinsip hylomorfisnya peripatetic, filsafat iluminasionis juga memberikan
kritik yang tajam atas prinsipialitas wujud, seperti yang diyakini Ibn Sina,
misalnya. Sementara bagi Ibn Sina dan dikemudian hari, bagi Mulla Sadra, wujud
adalah yang real, yang fundamental, bagi Suhrawardi esensi (mahiyah)-lah yang
real, sedangkan wujud tidak memiliki hubungan realistic dengan realitas.
Sebagai pengikut Plato yang percaya pada realitas ide-ide, maka Suhrawrdi
percaya bahwa esensilah yang sejati, sedangkan wujud hanyalah abstraksi
subjektif manusia saja.
Dengan demikian, filsafat Suhrawardi dikenal
sebagai esensalisme, yang dipertentangkan dengan eksistensialisme ala Shadra.
Jadi dapat disimpulkan bahwa menurut Suhrawardi esensilah yang lebih prinsipil,
bukan eksistensi (wujud), sebuah ajaran yang sering disebut ishalat al-mahiyah
atau prinsipialitas esensi, sebagai lawan dari ishalat al-wujud, yang menyatakan bahwa wujudlah yang
prinsipil, yang lebih fundamental, sedangkan esensi hanyalah persepsi mental saja.
Untuk menguatkan argumennya tentang ketidaknyataan
eksistensi, Suhrawardi bertanya kepada kaum eksistensialis, apa yang anda
maksud dengan wujud, ia mengatakan bahwa apa yang dipahaminya tentang wujud
tersebut pada hakikatnya bukanlah wujud, tetapi esensi, yaitu esensi wujud
bukan wujud itu sendiri. Dengan itu Suhawardi ingin mengatakan bahwa pada
akhirnya yang nyata adalah esensi bukan wujud, sekalipun kita sedang berbicara
tentang wujud (eksistensi).
c.
Kosmologis
Seperti halnya kaum Peripatetik, Suhrawardi
juga percaya bahwa alam semesta memancar dari Tuhan. Hanya saja dalam teori
emanasi Suhrawardi, kita menjumpai bukan hanya istilah-istilah yang berbeda,
tetapi juga struktur kosmik yang berbeda dalam jumlah maupun tatanannya. Tidak
seperti Ibn Sina, yang menyebut Tuhan Wajib al-wujub (Wujud Niscaya/Senantiasa
Aktual), Suhrawardi menyebut-Nya Nur al-Anwar (Cahaya dari segala cahaya),
kalau dilihat dari sifat sejatinya sebagai cahaya dan sumber bagi cahaya yang
lainnya, dan sl-Ghani (Yang Independen) dilihat dari kemandirian-Nya yang
absolute dari alam. Sedangkan alam sendiri pada gilirannya disebut
al-fakir(berbanding dengan mumkin al-wujud-nya Ibn Sina), untuk menunjukkan
ketergantungan alam pada Tuhan.
Selain perbedaan istilah, teori emanasi
Iluminasioni juga berbeda dalam strukturnya. Kalau dalam skema kosmik
Aristoteles/Peripatetik, alam semesta dibagi ke dalam dua bagian : langit dan
dunia bawah bulan (bumi), maka dalam skemma kosmik iluminasionis, di atas
langit tadi ditambah lagi satu wilayah dunia spiritual murni, yang ia sebut
Timur (Orient/Masyriq). Sedangkan langit dan bumi disebut Barat
(Occident/Maghrib), di mana langit disebut Barat Tengah (Middle Occident) dan
Bumi dengan Barat (Occident) saja. Dengan demikian kosmos Suhrawardi lebih luas
dan tinggi.
Di dunia Timur, hanya ada entitas-entitas murni
(kadang disebut cahaya atau malaikat), yang tidak tercampur dengan kegelapan;
sedangkan dunia barat Tengah adalah tempat bercampurnya cahaya dan kegelapan
(seperti disimbolkan/dimanifestasikan dalam bintang-bintang dan matahari) yang
mengisi langit-langit kita. Adapun dunia Barat, baginya adalah dunia kegelapan,
berupa benda-benda material, yang menjadi gelap karena jauhnya dari cahaya
Ilahi.
2.
Karakteristik /
Ciri Khas Aliran peripatetik
Sehingga
kurang memprioritaskan pengenalan intuitif. Sedangkan ciri lain dari kaum
paripatetik yang berkaitan dengan aspek ontologisnya ialah aliran Hylomorfisme,
yaitu ajaran yang mengatakan bahwa apapun yang ada didunia ini terdiri dari dua
unsur utamanya yaitu materi dan bentuk.
Namun
sejatinya kaum parepatetik Islam didalam pembahasan metafisika agak menyimpang
dari Aristotelianisme murni, dikarenaka kekecewaan al-Farabi atas buku
metafisika Aristoteles, karena ternyata kitab metafisika tersebut tidak terlalu
banyak berbicara tentang tuhan yang dalam pandangan Islam, merupakan tema pokok
dalam metafisika. Dikatakan hanya dalam kitab lambda dari bukunya itu
aristoteles berbicara tentang Tuhan. Namun bahkan ketika berbicara tentang
Tuhan, tidak ada keterangan yang memuaskan bagaimana tuhan menciptakan alam,
lebih persisnya lagi bagaimana dari Tuhan yang Esa muncul alam semesta yang
beraneka. Maka ketika al-Farabi mengenal teori emanasi Plotinus, ia
menjadikanya sebagai solusi bagi persoalan itu.
Dari
sinilah teori emanasi itu muncul sebagai respon filosof Islam untuk pembahasan
metafisika, yang menjelaskan bagaimana dari Tuhan yang Satu muncul alam semesta
yang beraneka ragam, padahal ada dektum filosofis yang telah diterima secara
umum, yang menyatakan bahwa dari yang satu, hanya akan muncul yang satu juga. Dan
filosof Paripatetik Islam berusaha keras dalam menjelaskan sebab efisien dari
apapun yang muncul di alam semesta. Namun setiap filosof Paripatetik di dalalm
Islam memiliki pemikiran yang berbeda-beda dimana kehadirannya saling
melengkapi dan menyempurnakan. Untuk lebih rincinya akan dijelaskan teori dan
pemikiran filosof Paripateik Islam mulai dari al-Kindi sampai Ibn Sina
C.
Pengertian
Filsafat Pendidikan Pancasila
Filsafat pendidikan
pancasila adalah tuntutan formal yang fingsional dari kedudukan dan fungsi
dasar negara, pancasila sebagai sistem kenegaraan Republik Indonesia. Wawasan
kesadaran memiliki, mewarisi dan kebanggaan atas system kenegaraan
pancasila sebagai dasar negara, pancasila sebagai dasar pengamalan dan
kelestarian.
D.
Pancasila sebagai
Filsafat Hidup Bangsa
Sangatlah wajar
kalu Pancasila dikatakan sebagai filsafat hiup bangsa karena menurut Muhammad
Noor Syam (1983: 346), nilai-nilai dasar dalam sosio budaya Indonesia hidup dan
berkembang sejak awal peradabannya, yang meliputi:
1.
Kesadaran ketuhanan dan kesadaran keagamaan
secara sederhana.
2.
Kesadaran kekeluargaan, di mana cinta dan
keluarga sebagai dasar dan kodrat terbentuknya masyarakat dan sinambungnya
generasi.
3.
Kesadaran musyaawarah mufakat dalam menetapkan
kehendak bersama.
4.
Kesadaran gotong royong, tolong-menolong.
5.
Kesadaran tenggang rasa, atau tepo
seliro, sebagai semangat kekeluargaan dan kebersamaan, hormat demi
keutuhan, kerukunan dan kekeluargaan dalam kebersamaan.
Itulah
yang termasuk dalam Pancasila dengan 36 butir-butirnya. Dengan begitu, pada
dasarnya masyarakat Indonesia telah melaksanakan Pancasila, walaupun sifatnya
masih merupakan kebudayaan. Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila
tersebut sudah beradab lamanya mengakar pada kehidupan bangsa Indonesia, karena
itu Pancasila dijadikan sebagai falsafah hidup bangsa.
E.
Hubungan
Pancasila Dengan Sistem Pendidikan Ditinjau Dari Filsafat Pendidikan
Pancasila
adalah dasar negara Indonesia di mana fungsi utamanya sebagi pandangan hidup
dan kepribadian bangsa (Dardodiharjo, 1988: 17). Memegang fungsi dalam hidup
dan kehidupan bangsa dan negara Indonesia, Pancasila tidak saja sebagai dasar
negara RI, tapi juga alat pemersatu bangsa, kepribadian bangsa, pandangan hidup
bangsa, sumber ilmu pengetahuan di Indonesia (Azis, 1984: 70). Sehingga dapat
kita ketahui bahwa Pancasila merupakan dasar negara yang membedakannya dengan
bangsa yang lain.
Filsafat
adalah berpikir secara mendalam dan sungguh-sungguh untuk mencari kebenaran
sesuatu. Sementara filsafat pendidikan adalah pemikiran yang mendalam tentang
kependidikan. Bila kita hubungkan fungsi Pancasila dengan sistem pendidikan
ditinjau dari filsafat pendidikan, maka dapat kita jabarkan bahwa Pancasila
adalah pandangan hidup bangsa yang menjiwai sila-silanya dalam kehidupan
sehari-hari. Dan untuk menerapkan sila-sila Pancasila, diperlukan pemikiran
yang sungguh-sungguh mengenai bagaimana nilai-nilai Pancasila itu dapat
dilaksanakan. Dalam hal ini, tentunya pendidikanlah yang berperan utama.
BAB 111
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Satu kesimpulan dari sedikit uraian tentang
Suhrawardi di atas, kita semakin mengetahui bahwa dia adalah seorang tokoh
filsuf muslim besar yang membangun aliran iluminasi sebagai tandingan dari
aliran peripatetik yang terlebih dahulu mendahuluinya. Hal ini dilakukan
Suhrawardi dalam rangka memadukan antara ajaran tawasuf dengan filsafat.
Pandangan dia bahwa pengetahuan itu bukan hanya diperoleh dari hasil akal
semata, akan tetapi dari rasa (dzauq) yang awalnya ditempuh dengan jalan mujahadah
dan musyahadah. Sedangkan aliran paripatetik adalah
aliran yang epistemologinya
berlandaskan pada metode pemikiran logis Aristotelian yang bersifat diskursif demonstrasional. Dimana aliran
ini adalah aliran yang mengikuti gagasan gagasan aristoteles,Aristotelianisme adalah hylomorfisme yang bersal dari dua kata yaitu
hily yang berarti materi dan morph yang berarti form atau bentuk.
Dan Filsafat Pendidikan Pancasila
adalah tuntutan formal yang fungsional dari kedudukan dan fungsi
dasar negara Pancasila sebagai sistem Kenegaraan Republik Indonesia. Kesadaran
memiliki dan mewarisi sistem kenegaraan Pancasila adalah dasar pengamalan dan
pelestariannya, sedangkan jaminan utamanya ialah subjek manusia Indonesia
seutuhnya terbina melalui sistem pendidikan nasional yang dijiwai oleh filsafat
pendidikan Pancasila.
B.
Kritik Saya
Terhadap Mata Kuliah Ini
Tidak
ada kritikan untuk mata kuliah ini yang d ampu oleh Drs. Muh. Azhar, M. Ag
karena menurut saya cara mengajarnya sudah baik, dapat mengetahui atau mengenal
karakter peserta didiknya dengan baik. Prinsip pembelajarannya bagus selalu
memastikan tingkat pemahaman mahasiswa, berkomunikasi dengan baik dan
menunjukkan kepribadian yang teladan.
DAFTAR PUSTAKA
Haidar Baqir “ buku saku filsafat islam “ ( penerbit: mizan, 2005 )
hlm 91-93
Tidak ada komentar:
Posting Komentar