DISUSUN OLEH
:
Istiqomah
(20130720053)
Anisa
Putri Nabila (20130720061)
Alifah
Nurul Ratri (02130720095)
Mustika
Sari’ah Siagian (20130720085)
Eka
Lestari (20130720076)
Situasi Pendidikan
A.
Pengertian situasi pendidikan
Situasi pendidikan merupakan kondisi yang
ditandai dengan adanya sejumlah kandungan pokok yang terdapat pada kegiatan
pendidikan yaitu adanya peserta didik, penndidik, dan tujuan pendidikan, yang
ketiganya terintegrasi melalui proses pembelajaran.
B.
Ciri-ciri Situasi Pendidikan
Dari uraian
diatas mengenai situasi pendidikan kita dapat mengetahui ciri-ciri dari situasi
pendidikan. Ciri dari situasi pendidikan ialah adanya suatu sistematika yang
jelas dari sistem pendidikan itu sendiri.
Disini dapat kita lihat
bentuk dari satuan pendidikan yang dikelompokkan menjadi :
1. adanya
komponen pendidikan
Terdiri atas peserta didik,
pendidik, tujuan pendidik dan proses pendidikan.
2. kegiatan
pendidikan
3. Jalur Pendidikan Formal
Terdiri atas pendidikan yang diselenggarakan di sebuah lembaga yang terikat
suatu bentuk peraturan. Seperti sekolah-sekolah negeri yang dibangun oleh
pemerintah ataupun sekola-sekolah swasta yang resmi.
4.
Jalur Pendidikan
Non-formal
Terdiri atas pendidikan yang penyelenggaraannya bukan dilakukan sebuah
lembaga. Seperti tempat-tempat kursus.
5.
Jalur Pendidikan In-formal
Terdiri atas pendidikan
yang diselenggarakan dikeluarga dan lingkungan
C.
Alasan melaksanakan proses pendidikan
Berikut alasan kenapa
pentingnya dalam melaksanakan proses pendidikan :
a) Pendidikan sebagai proses pemberdayaan
Pendidikan sebagai proses pemberdayaan maksudnya ialah manusia pada
dasarnya lemah sehingga harus diberdayakan atau diberi kemampuan, proses
pendidikan haruslah diarahkan sehingga potensi yang ada pada anak manusia dapat
dikembangkan seoptimal mungkin sesuai dengan fitrahnya, dia dapat menyumbangkan
kemampuannya untuk pengembangan dirinya, masyarakatnya, negaranya, dan
kehidupan manusia pada umumnya. Di dalam proses pemberdayaan, lingkungan
kehidupan anak harus bisa memeberikan kesempatan untuk pengembangan potensi
anak tersebut. Karena kita tahu bahwa pendidikan merupakan interaksi antara
manusia dengan lingkungan, dan dalam interaksi tersebut manusia tidak hanya
merupakan hasil interaksi tetapi juga sebagai pelaku aktif dalam interaksi
tersebut.
b) Pendidikan
sebagai proses pembudayaan
Maksudnya proses pembelajaran manusia dipengaruhi oleh
lingkungan, kultur, dan budaya sekitar, pendidikan merupakan salah satu bentuk pelestarian
budaya, sehingga apabila pendidikan itu dilepaskan dari kebudayaan maka tujuan
pendidikan dapat dimanipulasi ke arah yang kurang jelas atau bahkan ke arah
yang salah dan dapat direkayasa oleh kekuatan politik penguasa. Kita harus
ingat bahwa kebudayaan bukan hanya membentuk pribadi seseorang tetapi juga
dikembangkan oleh manusia itu sendiri. Tanpa pendidikan yang kreatif dan
inovatif maka kebudayaan itu akan hilang.
D.
Perubahan Situasi Pergaulan biasa ke Pergaulan Pendidikan
(Pergaulan Pedagogis)
Pendidikan yang sebenarnya
berlaku dalam pergaulan antara orang dewasa dan anak. Pendidikan memang
kita dapati dalam pergaulan antara orang dewasa dan anak. Pergaulan
antara orang dewasa dan orang dewasa tidak disebut pergaulan
pendidikan(pergaulan pedagogis) sebab didalam pergaulan itu orang dewasa
menerima dan bertanggung jawab sendiri terhadap pengaruh yang terdapat
dalam pergaulan itu.
Jadi, pergaulan pedagogis
hanya terdapat antara orang dewasa dan anak ( orang yang belum dewasa). Tetapi,
kita harus ingat bahwa tidak tiap-tiap pergaulan antara orang dewasa dan anak
bersifat pendidikan. Banyak pergaulan dan hubungan yang bersifat netral saja,
yang bersifat pedagogis, misalnya, orang tua menyuruh mengambil kaca mata bukan
karena bermaksud mendidik, melainkan karena ia sendiri enggan mengambil.
Misalnya lagi, seorang yang berproganda untuk menjual buku-bukunya yang
bersifat cabul kepada anak-anak, tidak dapat dikatakan pergaulan pedagogis.
Satu-satunya pengaruh yang
dapat dinamakan pendidikan ialah pengaruh yang menuju kdewasaan anak: untuk
menolong anak menjadi orang yang kelak dapat dan sanggup memenuhi tugas
hidupnya atas tanggung jawab sendiri.
Pergaulan pedagogis itu bersifat :
1. Di dalam pergaulan ini ada pengaruh yang sedang dilaksanakan;
2. Ada maksud bahwa pengaruh itu dilaksanakan oleh orang dewasa (dalam
berbagai bentuk, misalnya, berupa sekolah, pengajian, buku-buku, pelajaran, dan
sebagainya) kepada orang yang belum dewasa.
3. Pengaruh ini diberikan atau dilaksanakan dengan sadar dan diarahkan pada
tujuan yang berupa nilai-nilai atau norma-norma yang baik yang akan ditanamkan
dalam diri anak didik atau orang yang belum dewasa.
Pergaulan itu disebut pergaulan pedagogis jika orang dewasa atau si
pendidik sadar akan kemampuannya sendiri dalam tindakannya terhadap anak yang
“tidak mampu apa-apa” itu, tetapi disamping itu, ia masih ada percaya bahwa
anak memiliki kemampuan untuk membantu dirinya sendiri. Lebih jelas
lagi: dalam pergaulan dengan anak-anak, orang dewasa menyadari bahwa
tindakannya yang dilakukan terhadap anak-anak itu mengandung maksud, ada tujuan
untuk menolong anak yang masih perlu ditolong untuk membentuk dirinya sendiri.
Dari keterangan di atas berarti pula bahwa pergaulan bisa
sekoyong-koyong dapat berubah menjadi pergaulan pedagogis, seperti
sekoyong-koyong pendidik terpaksa memperlihatkan suatu sikap sengaja (misalnya,
memarahi memperingatkan, dan lain-lain) karena anak berbuat sesuatu yang
terlarang atau tidak pantas. Tetapi pada umumnya, perubahan pergaulan biasa ke
pergaulan pedagogis tidak disadari oleh anak-anak dan diterima dengan
sewajarnya oleh anak. Ini suatu bukti bahwa pada dasarnya anak itu memerlukan
dan suka akan pimpinan dari orang dewasa.
Seperti yang telah dicantumkan diatas bahwa hakekatnya sebagai mahluk
social maka manusia selalu berada ditengah-tengah kelompoknya, seperti
keluarganya atau temannya. Syarat minimal situasi pendidikan adalah adanya guru
dan siswa (anak dan pendidik). Hubungan guru dan siswa dalam konteks biasa
disebut situasi pergaulan. Situasi pergaulan segera dapat berubah menjadi
situasi pendidikan bila muncul adanya keinginan (secara sadar) untuk merubah
siswa dari hal-hal negative menjadi hal-hal positif. Contoh : dalam studi tour guru dan siswa sering
terlihat berkomunikasi secara akrab (situasi pergaulan), tetapi tiba-tiba guru
melihat hal-hal yang kurang baik, seperti : bahasanya kasa, cara duduknya tidak
sopan dan menghina orang lain dan lain-lain maka dengan segera guru menegur,
menasehati, dll. Berubahlah situasi pergaulan menjadi situasi penddidikan.
Pergaulan pendidikan mempunyai dua syarat, yaitu :
ü Ada usaha untuk
mempengaruhi, dan
ü
Pengaruh itu datangnya dari orang
dewasa (dilingkungan rumah, sekolahdan masyarakat) dengan usaha pendidikan. Artinya memberikan
bimbingan dan bantuan yang diperlukan.
Plato mengatakan bahwa : pembentukan pribadi berjalan sepanjang hayat, ini
menunjukkan bahwa manusia memerlukan pengaruh baik seumur hidupnya (sesuai di
GBHN). Dalam praktek seringkali dapat
dilihat seseorang yang belum dewasa dapat mempengaruhi orang lain/temannya
untuk berbuat baik dan berhasil. Kondisi seperti itu belum dapat disebut
sebagai pendidikan tetapi baru merupakan pendidikan semu (pseudo-paedagogik).
Dari uraian diatas
terdapat beberapa ciri pendidik yang perlu diketahui dan diperhatikan, yaitu :
bahwa pendidik memiliki usaha /prakarsa, pengaruh, perlindungan dan bantuan
yang diberikan kepada anak didik harus merupakan usaha sendiri mendewasakan
dirinya. Sikap pendidik yang lain dan perlu diketahui adalah :
Menginginkan, menolak, memperbolehkan, melarang, mengharuskan , membiarkan,
memberantas dan memberi contoh, sesuai dengan situasi kondisi yang ada, seperti
:
ü Menginginkan : Orangtua
pasti punya harapan terhadap anak-anaknya. Kengininan seperti dapat disampaikan
secara langsung atau melalui cerita-cerita.
ü Menolak : Bila anak
meminta atau menginginkan sesuatu yang “tidak baik “ berbahaya atau menyimpang
dai nilai – norma sebaiknya ditolak.
ü Memperbolehkan : apabila
anak meminta izin untuk melakukan kegiatan yang bermanfaat sebaiknya
diperbolehkan .
ü Melarang : pada saat anak
sedang/akan melakukan kegiatan yang berbahaya , sebaiknya segera dilarang
dengan alasan – alasan yang masuk akal.
ü Mengharuskan : Untuk
mengerjakan ritual keagamaan anak perlu diharuskan melaksanakan sesuai dengan
ajaran agama yang dipeluknya.
ü Membiarkan : Aktivitas
anak yang positif sebaiknya bahkan sedikit demi sedikit dikembangkan.
ü Memberantas : Malas, tidak
disiplin, membuang sampah sembarangan, adu domba harus segera diberantas.
ü Memberi Contoh : Makan
pada tempatnya, bicara sopan, bersikap sosial dan lain-lain secara tidak
langsung akan dicontoh oleh anak.
Pendidikan sangat
dipengaruhi oleh lingkungan dibesarkan
(sosio kultural), termasuk didalamnya kebiasaan, kebudayaan, peraturan,
adat istiadat, norma, dll. Anak yang terbiasa hidup teratur/disiplin dalam
keluarganya akan terbiasa melaksanakan disiplin disekolahnya dan dimasyarakat
(mengenakan seragam, tepat waktu masuk kelas,dll).
selain itu pergaulan dalam
rangka pendidikan dapat berlangsung di berbagai lingkungan. Secara umum,
lingkungan pendidikan dibedakan menjadi:
1. Lingkungan pendidikan informal (Keluarga)
2. Lingkungan pendidikan formal (Sekolah)
3. Lingkungan pendidikan nonformal ( Masyarakat)
1. Lingkungan pendidikan informal (Keluarga)
2. Lingkungan pendidikan formal (Sekolah)
3. Lingkungan pendidikan nonformal ( Masyarakat)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar